Rabu, 29 Juli 2015

Cublek enthung

Cublek-cublek enthung

Cublek-cublek entung,
lir kangkung,
tak kate-kate wono,
sri bayem rojo tuwo,
seni sono domble,
kacang biru laut ketemu kene.
Sir-sir pong dele kopong,
sir-sirpong dele kopong.

Ini adalah versi lain syair cublak suweng yang kami nyanyikan dan mainkan permainanya waktu kecil. Saya terkejut, suatu hari anak kota dari Surabaya, Didit, menyanyikan syair cublek enthung yang berbeda dari syair yang biasa kami nyanyikan. Ketika saya sekolah SMP di kota dan mengenal tape dan kaset lagu anak-anak, secara jeli saya memperhatikan dan menghafal versi lain yang biasanya diberi judul cublak suweng.

Cublak-cublak suweng
Suwenge teng gelenter
Mambu ketundhung gudel
Tak empo lera lere
Sopo ngguyu ndelikake
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong.

Saya dari desa di tlatah rembang, lasem. Daerah Pantura yang memiliki sejarah kejayaan kemaritiman. Bagi masyarakat mbelah, lidah kami lebih nyaman menggunakan akhiran e daripada a. Karena itu, mengubah kata cublak menjadi cublek lebih terasa nyaman di lidah kami.

Bagaimana kami memiliki versi sendiri tentang lagu ini tidak ada yang bisa menjelaskan dengan pasti. Enthung adalah kepompong. Kami sering menganggu jadwal bertapa enthung dengan membuka bungkusnya, agar bisa dimintai bantuannya sebagai penunjuk arah,
''enthung-enthung
Endi elor endi kidul''
(Enthung-enthung mana utara, mana selatan?)

Ulat pertapa agar bisa bermetamorfosa itu akan kaget karena distraksi pertanyaan kami, tubuhnya akan dijulurkan keluar dan menjawab pertanyaan kami  dengan tarian menggeliat. Kami memaknai kepompong kagol itu sedang membantu memberikan jawaban atas arah yang ditanyakan.

Kata cublek biasanya dikaitkan dengan kegiatan menanam, tetapi menanam dalam media yang mudah ditanami ''mung kari nyublekke'' (cuma tinggal menanam). Cublek enthung bisa dimaknai sebagai menanam kebodohan. Lir kangkung. Kangkung yang lebih dikenal pada masa saya kecil adalah kangkung sawah, yang berkembang liar menjalar kemana-mana di atas air.

Kate adalah sejenis binatang atau tumbuhan yang dibonsai, menjadi kerdil. Hutan kerdil. Sribayem rojo tuwo menjadi semacam sindiran kepada kekuasaan yang ada di Mataram. Demikian juga dengan seni sono domble ....

Belakangan saya berpikir syair ini seperti perlawanan pada kekuasaan mataram islam yogyakarta, oleh masyarakat utara.

Tapi untuk saat ini, syair cublek enthung Pantura ini mungkin sangat cocok untuk mengambarkan berkembangnya masyarakat ''kerdil'' intoleran yang seolah dibiarkan saja oleh penguasa di Jogjakarta tercinta.(Hidayatut Thoyyibah 2016)

Rabu, 20 Mei 2015

Menjadi wartawan

Penulis adalah mimpinya, karena itu menjadi wartawan termasuk salah satu deretan teratas profesi yang diimpikan. Pengalaman menjadi wartawan yang melakukan observasi, riset dan wawancara tentu saja sudah berkali-kali dilakukan. Ketika menjadi reporter arena, bahkan ketika masa perploncoan pendidikan jurnalistik di arena waktu itu, dia sempat menjadi wartawan yang bertugas mencari berita di sepanjang Malioboro. Dengan mulut kelu dan gagu, terbata-bata bertanya kepada pelukis wajah yang menjajakan keahliannya di depan ramai mall. Dan anehnya tulisannya tidak berhasil memunculkan certita tentang pelukis wajah di malioboro, tapi justru tentang batinnya yang gagu mengikuti irama malioboro yang riuh.

Wawancara, observasi dan risetnya menjadi lebih sering digunakan dalam kerja-kerja penelitian yang dia lakukan. Untuk ini dia sangat berterimakasih pada mas Suaidi, mas Ons Untoro, Ciciek Farkha, Emanuel Subangun, Clarissa Adamson, Ljusi Margiyanj, Yasir Alimi, Alissa Wahid, dan banyak lagi guru, teman belajar, teman berkeluh dan tentu saja sahabat yang  tidak menyadari bahwa cambukannyalah yang selalu melecutnya untuk menulis. Nida'us Saadah. :-) :-) . Oxfam, Acces dan akhirnya Koalisi Perempuan Indonesia Setnas, memberikan ruang buatnya untuk lebih banyak mengeksplor kemampuannya menulis dengan lebih banyak bersentuhan dengan Indonesia, dalam perjalapnan-perjalanannya.

Ruang yang kini diperolehnya adalah kontribusi besar yang diberikan ketiga anaknya, Asa, Elang dan Anya, dan tentu saja kontribusi Suyanto untuk mengambil peran sebagai bapak rumah tangga. Dia menyadari keluarganya jauh dari sempurna, tak ada yang ideal disana. Asanya yang sendiri, jauh dari peluknya. Rasa bersalahnya yang tak pernah habis pada Elang, rasa sesaknya karena membiarkan Anya kehilangan sosok perempuan dan ibu  yang selalu memeluknya dan sedihnya memberikan gambaran tentang relasi setara bersama pasangannya. Semua itu adalah sebagian dari bobot kegelapan yang harus dia alami dalam dunia suka citanya, dalam kemewahan menekuni membaca buku-bukunya, meningkatkan kemampuan menulisnya, menikmati kegembiraan menyerap pengetahuan, berbagj pengetahuan dan menikmati kegembiraan menikmati kesendirian.

Selama ini perjalanan mewujudkan mimpinya seperti perjalanan air, yang mengarus pelan. Kebetulan-kebetulan dia nikmati dan manfaatkan. Seperti siang ini, bersama puluhan anak muda wartawan dia menunggu nara sumbernya di gedung bundar kejaksaan. Senyum kecil menyunggingbdi mulutnya antara ironi dan syukur. Ironi, ketika dia menyadari bahwa menunggu narasumber untuk dicatat dan diceritakan pernah menghiasi mimpi-mimpi mudanya dan bersyukur karena biarpun sejenak, dia pernah mendapat kesempatan untuk marasakan menjadi wartawan. (20 mei 2015)

Kamis, 07 Mei 2015

Lari dan lari

Senang melakukan kegiatan fisik. Siapa anak di desaku yang tidak begitu? Berenang di laut, berburu kacang mede pohon-pohon jambu mede di kuburan, bersepeda puluhan kilometer hanya untuk bisa ''ngopra'' (makan semangka yang diambil biji kwacinya sepuasnya) di sawah-sawah petani semangka demak, bermain yeye (permainan melompati jalinan karet gelang), gobak sodor, markas dan masih banyak lagi. Akupun begitu. Aku mampu melompat setinggi duakali tinggi tubuhku, bahkan naik pohon kelapa.

Tetapi seiring waktu kesukaan melakukan kegiatan fisik itu terhenti karena banyak hal. Ketika remaja, sekolah yang baru dan lingkungan yang berbeda dan tidak menyediakan lahan bermain seperti waktu kecil, rasa malu, dan masih banyak alasan lain yang menyebabkan kegiatan fisik itu terhenti.

Sampai waktu yang cukup lama kegiatan fisik itu berhenti. Timbunan lemak makin memberati tubuh. Lalu kesempatan itu mulai muncul ketika anak-anak sudah mulai besar.  Dan yang paling penting adalah mengalahkan diri sendiri. Mengalahkan kemalasan bangun pagi, mengalahkan kekhawatiran akan kejahatan yang mungkin terjadi di jalan, mengalahkan rasa menghawatirkan pikiran orang.

Olah raga yang saat ini paling murah dan mudah dilakukan adalah lari. Lari keliling kompleks. Track yang bisa dilalui cukup panjang, jadi sangat tergantung kepada kemauan dan kemampuan fisik mengikuti track lari itu. Aku cukup 1,5 KM saja, 10 menit tiap pagi. Bangun pukul 04.00, mempersiapkan diri untuk lari, sholat subuh dan langsung lari. Cukup 10 menit.

Ketika beberapa minggu dijalani, semua terasa ringan dan nyaman. Pada kesempatan pertama mengikuti marathon runmask, 3 km etape pertama bisa aku lalui dengan baik, sisanya jalan kaki. Tapi ketika mengikuti marathon lagi yang diselenggarakan dalam rangkan ulang tahun Uni Eropa 5,3 km berhasil kutempuh dalam waktu 40 menit, tanpa berhenti lari.

Yang terpenting adalah menjaga konsistensi. Kemauan untuk sehat harus juga didukung oleh kemauan keras untuk mengalahkan kemalasan. Kemalasan bangun pagi, kemalasan sendirian, kemalasan mengatasi rasa malu dan kemalasan yang selama ini dijadikan permakluman. 21 mei 2015

Rabu, 22 April 2015

Kulonprogo

:-) Kulonprogo, tak banyak orang tahu bahwa kabupaten sebelah barat sungai progo itu adalah bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Ribuan orang datang tiap tahunnya ke DIY, tetapi jarang yang mau mampir sekedar mengenal kabupaten terluas kedua di DIY itu. Kenapa? Karena banyak orang tidak mengenalnya.

Ketika Bantul bisa menceritakan dalam lakon kethoprak pangeran senopati yang berasal dari Srandakan, lalu punya Imogiri, Sleman memiliki bandara dan Merapi, lalu Gunungkidul memiliki Manthos dan campur sari serta ratusan bahkan ribuan kaum urban yang selalu berbondong-bondong mudik lebaran, Kulonprogo tak pernah menceritakan apa-apa. 

Meskipun ada Nyi Ageng Serang, pahlawan perempuan, panglima perang serupa Cut Nya' Dien, tapi kisahnya sayup bahkan hanya berupa bisikan yang tak mudah untuk di dengar. 

Kulonprogo belum juga dkenal, meski sejak jaman Belanda dan tertera di peta kliripan sebagai penghasil mangan yang cukup besar. Sisa-sisa pertambangan itu masih ada, tokoh-tokoh pelakunya beberapa masih tersisa, sebagai buruh tambang, ataupun sebagai saksi dari kebesaran keluarga mandor buruh tambang. 

Belakangan Kulonprogo mulai dikenal, karena rencananya bandara akan dipindah kesana, mengganti bandara adi sucipto yang sudah tidak memenuhi kriteria sebagai bandara internasional. Tapi senyatanya Kulonprogo bukan itu saja. Kulonprogo adalah destinasi wisata yang sangat indah dan ajaib. Kulonprogo memang tidak menghadirkan puluhan tempat belanja modern serupa mall, karena itu memang bukan kebutuhan, tapi Kulonprogo memiliki ratusan pengrajin batik, ratusan pengrajin tas rajut, dan juga penghasil produk-produk pertanian unggulan semisal kopi, teh, buah-buahan, durian, manggis, kesemek, sampai buah naga. Produk unggulan Kulonprogo gula merah, juga sudah didiversifikasi menjadi beberapa produk olahan pasca panen, seperti gulasemut sebagai bahan baku pembuatan kue, dan minuman, empon-empon menjadi pelengkap produk olahan.

Tujuan wisata di Kabupaten Kulonprogo tak kalah banyak. Waduk sermo yang dibangun dan diresmikan suharto adalah tempat wisata yang menarik. Luas waduk sermo dan posisinya yang berada di dekat hutan negara menjadikan sermo terkesan sangat cantik di pagi hari, ketika matahari bisa dilihat dari jembatan waduk dari arah timur, menyembul diatas bukit sedangsari pengasih, atau ketika matahari terbenam, warna keperakan permukaan sermo menjadi sangat menakjubkan sebelum matahari ditelan bukit menoreh sepanjang pegunungan kokap dan purworejo. 

Diatas waduk sermo, tepatnya bukit-bukit pegunungan kokap, ada tempat wisata kalibiru. Sebuah tempat wisata yang menawarkan keindahan panorama daerah-daerah di bawah perbukitan. Kalibiru juga menyediakan tempat penginapan dan outbond. Semakin ke atas, masih disepanjang perbukitan menoreh, ada gunung kelir, bukit kapur yang tegak serupa kelir dalam wayang kulit. Dibawahnya ada mata air dan air terjun kembang soko. Semakin keatas ada goa-goa. Kisah sugriwa subali yang mati di dalam goa mewarnai legenda tentang goa Kiskenda di Girimulyo. Ada juga wisata reliji dengan goa Maria di Sendangsono dan juga arena rafting disepanjang sungai progo.





Sabtu, 11 April 2015

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Barat, Propinsi ini yang menjadi bagian gugusan pulau-pulau kecil menyambung dari Bali, sampai NTT, biasanya disebut sebagai Sunda Kecil. Di Propinsi inilah Tambora gunung api paling bersejarah yang konon mengubah wajah eropa hingga saat ini, membuat Indonesia dikenal sedunia. Gunung berapi dahsyat ini, letusan dahsyatnya 200 tahun lalu, ya g menyebabkan bumi gelap gulita oleh debunya selama beberapa waktu, menjadikan bencana yang menghentikan napoleon yang akan menginvasi Inggris. Dalam bencana itu juga memusnahkan h peradaban.

Tambora juga seringkali disebut sebagai penanda atlantis sebagaimana dikisahkan plato dalam bukunya. Dua pilar, gunung berapi besar yang di duga adalah krakatau dan tambora yang letusannya melantakkan dunia dalam kepingan-kepingan kecil, sehingga atlantis itu lenyap. Lalu banyak ahli membuat teori untuk meyakinkan bahwa atlantis itu adalah Indonesia. Belum lagi ketika dikaitkan dengan temuan perahu nuh yang ternyata terbuat dari kayu jati yang tumbuh di jawa.

Menapaki pulau-pulau kecil, selalu memberikan suguhan pemandangan surga. Berbeda dengan sumba yang terhampar savana, rupanya Tambora, rinjani menyuburkan tanah Lombok, Dompu dan pulau-pulau lainnya di NTB, sehingga air, pohon dan udara lebih terasa sejuk. Lahan pertanian dan perkebunan menghijau subur.

Lalu apakah kesuburan itu menyejahterakan? Itu juga yang sampai saat ini belum terfahami. Dengan potensi sumber alam yang melimpah baik di daratan ataupun di lautan, NTB memberikan banyak cerita tragis tentang perjuangan perempuan bekerja di negeri orang sebagai TKW. NTB juga membawa cerita sedih anak-anak indo hasil perkosaan. NTB juga memberi cerita tentang angka perkawinan anak yang menempati posisi tinggi di Indonesia. NTB juga memberikan banyak cerita tentang punggawa-punggawa yang memanfaatkan kemelaratan dan kebodohan rakyatnya untuk mengeruk keuntungan.

Ada seorang bapak yang dengan bangg menceritakan bahwa dia sudah sadar gender, karen lebih senang punya anak perempuan. Rupanya sang bapak merasa memiliki pundi-pundi uang, karena setelah usia 15 tahun dia sudah bisa mengirimkan anaknya untuk menjadi TKW. Perjuangan perempuan untuk mengais rejeki ini telah menghasilkan putaran uang yang tinggi di NTB, setidaknya 2.... sehari remitance yang dikirimkan dari luar negeri. Tetapi, penghargaan dan perlindungan terhadap nasip mereka tidak diberikan. Kasus-kasus perkosaan sampai kematian belum memberi pelajaran apapun bagi penguasa negeri ini untuk memastikan bahwa warganya aman bekerja di negara tujuan, memastikan bahwa PJTKI dan kepala-kepala desa, dinas tenaga kerja memastikan bahwa mereka memang benar-benar sudah siap bekerja. 

Disebuah kampung kecil di Kabupaten Lombok Utara, sedikitnya ada lima anak hasil perkosaan dengan beragam warna kulit. Yang putih mereka memanggil dengan nama stigma arab, atau yordan, yang hitam mereka panggil dengan stigma India, negro dan lainnya.
Anak-anak yang justru seharusnya berada dalam dekap perlindungan orang tuanya, justru harus kehilangan keduanya, karena ayahnya adalah pemerkosa ibunya, dan Ibunya, karena stigma masyarakat memilih terus menjadi buruh migran, meski dia tahu persis itu tidak aman.
Ketika anak-anak ditempat lain menikmati  masa remajanya, anak-anak remaja di NTB terjebak dalam pernikahan muda, entah karena alasan ekonomi, alasan menjaga kehormatan keluarga,  alasan cinta dan sudah jodoh, anak-anak muda ini kehilangan masa bermainnya, kehilangan peluang mendapat pendidikan, kehilangan kesempatan mematangkan diri dengan cara yang sewajarnya. Banyak diantara mereka yang tiba-tiba harus masuk dalam dunia orang dewasa, menjadi orang tua muda.

Menarik pungutan untuk mengurus sendiri kartu jamkesmas dengan memberikan surat keterangan miskin, menarik pungutan untuk mengurs ktp, menarik pungutan dalam pengurusan akte kelahiran dan masih banyak lagi, banyak sekali dilakukan oleh lembaga-lembaga yang seharusnya memberikan layanan publik. Hadir untuk rakyat dan melayani rakyat. 

Ditengah-tengah situasi getir itu, banyak anak-anak muda produktif yang tidak memiliki peluang kerja dan menjalani hari-harinya dengan nongkrong dan pergaulan yang negatif. 



-

Jumat, 27 Maret 2015

Perjalanan ke Padang Sumatera Barat

Lima tahun lalu, kuhabiskan setengah waktu hidupku disana. Kalau ditanya, mana daerah yang paling cantik di Indonesia? Aku akan mengatakan sumatera barat salah satunya. Perjalananku di berbagai tempat di propinsi itu kenangannya tidak mudah hilang. Pantai air manis dengan malin kundangnya, dan pulau kecilnya yg bs dijangkau ketika air surut, danau-danau indahnya, maninjau, singkarak, danau kembar, arau, ngarau, goa jepang, jam gadhang dan tentu saja pulau sikuai.

Alam indah dan keramahan orang-orang nya. Kak yeni, kak bayu dan abang, dan tentu saja tukang ojek langganan, pak malin, pak buya, pelayan martabak bandung dan pasar raya, es durian. Semuanya, aku ingin kembali melihatnya, setalah lima tahun, sekedar melihat perubahan yang ada.

Donna, teman sesama tim response bencana tahun 2009 dari Australia bertanya, bagaimana Padang sekarang? Ketika aku kirimkan statusku di Padang kemaren, 28 maret 2015. Perubahan tentu saja banyak terjadi, bangunan-bangunan yang runtuh yang sampai pertengahan tahun 2010 masih belum tersentuh, saat kembali sudah tidak ada lagi. Sebagian sudah diruntuhkan sama sekali, sebagian yang lain sudah dibangun kembali. Baik bangunan baru ataupun sekedar renovasi.

Masjid raya adalah salah satu bangunan yang menarik minat untuk dilihat. Pembangunannya mulai menampakkan hasil. Masjid bergaya minang berdiri megah, meskipun beberapa pekerjaan detil masih juga berlangsung. Aku sempatkan juga melihat tempat kos lama yang dan lingkungannya yang nampak belum banyak berubah, masih sepi. Begitu juga Wisma  jati yang sempat menjadi kantor utama. Markas besar kami dalam response bencana di Sumatera. Wisma Jati tidak berubah, kecuali tambahan hotel syari'ah dan tanah lapang kosong disebelah kirinya yang kini menjadi bengkel mobil nampaknya. Rumah pedagang kelontong di sebelah kanan wisma jati juga masih berdagang. Pun kursi-ikursi tempat kami nongkrong setiap makan siang juga masih tertata rapi disana.

Jembatan siti nurbaya semakin ramai dengan pedagang kaki lima di pedistrinya, dan motor serta mobil diparkir di bahu kanan kirinya. Mobil yang lewat harus ekstra hati-hati agar tidak ketemu dan bersalipan di jembatan. Yang menarik lainnya dari jembatan sitinurbaya adalah deretan lampu jalan disepanjang dua sisinya. Dimalam hari, tentu saja nuansa romantis akan hadir manis ketika lampu-lampu itu menyala.

Enhai, restoran dengan menu spesial serabi bandung di dekat GOR Padang merupakan salah satu tempat makan spesial bagi kami, karena posisinya yang paling dekat dengan kantor kami di Jati Padang. Dia masih seperti dulu, ditambah dengan delivery service yang dulu belum ada. Perubahannya yang terasa adalah kegaduhannya dan jumlah pelayan restoran yang sepertinya menyusut banyak. Seingatku, kami dulu harus menunggu lama untuk mendapatkan pesanan kami telah siap, begitupun tempat duduk, seringkali kami tidak kebagian tempat duduk dan terpaksa harus berjalan dulu beberapa putaran untuk bisa mendapatkan kursi, tetapi tadi malam, meskipun malam minggu, jumlah npengunjungnya tidak terlalu banyak.

Padang selalu menghadirkan banyak kegembiraan, teman-teman satu organisasi yang selalu menerimaku dengan baik disini, menjadikanku selalu ingin kembali.

Sabtu, 21 Maret 2015

Perjalanan "medan"

Tahun 2001, sebelum tsunami dalam perjalanan ke aceh sempat transit di Polonia medan. Bandara pesawat sebelum berpindah di Kualanamu. Polonia yang lebih dekat dengan kota Medan, tetapi bandara kuala namu jaraknya dengan kota Medan kurang lebih satu jam perjalan taxi, atau sekitar 45-50 km. Bandara Kualanamu dibangun diatas areal perkebunan sawit yang dulunya milik PTPN.

Tidak banyak kenangan yang bisa kuuraikan, dalam transit 30 menit itu, selain keramahan pramugari yang duduk disebelahku dan menanyakan kehamilan pertamaku, karena aku memilih tetap tinggal dipesawat. Tapi aku ingat dalam rangka apa perjalanan itu. Perjalanan pertamaku keluar pulau jawa, di aceh adalah perjalanan setelah pembahasan qanun syari'ah islam. YKF mau mengerti bagaimana proses pembuatan qanun itu disusun, dan apakah perempuan terlibat dalam penyusunan qanun itu. Ada dua perempuan yang terlibat dalam penyusunan qanun, dan salah satunya berhasil kutemui. Namanya aku tidak ingat, mungkin catatanku yang lain bisa menceritakan hal ini.

Hari ini, aku akan kembali ke sana ke Medan. Tidak untuk mengenal kotanya, tetapi untuk belajar tentang ilmu most signigicant change, setalah empat bulan lalu mereka memberikan beberapa PR yang harus kami kerjakan. Meskipun tujuannya untuk belajar, tapi aku tak keberatan untuk sedikit mengenal Medan, kota yang dalam salah satu anekdotnya kalian bisa kehilangan jam tangan kalau tangan kalian, kalian keluarkan dari bus. :-) :-)

Naik pesawat Garuda, agak malu dengan harganya. Mahal? Iya. Puluhan tahun yang lalu, untuk mengikuti seminar dijakarta, aku harus mengeluarkan kocek sendiri untuk transportasi kereta api ekonomi yang super murah, tapi lihat sekarang? Untuk pintar, kita diberi semua kemudahan. Semoga semangat belajarku tidak berbeda dengan masa ketika pengetahuan kukejar dengan biaya sendiri. Amin.

MSC membaca perubahan individu dan masyarakat dengan partsipatif. Digali  dari komunitas, didiskusikan bersama komunitas dan hasilnya  sosialisasikan untuk komunitas agar bisa menginspirasi untuk melakukan perubahan. Prosesnya panjang. Juga proses untuk membuka pandangan diri sendiri dan melakukan perubahan juga.

Setelah mengirimkan 6 tulisan perubahan, yang dikirim oleh peserta dari KPI wilayah Sumatera Barat, yang dapat dipastikan tidak melalui proses FGD, kami pasti harus mempertanggungjawabkan tulisan kami besok pagi.

Tapi biarlah itu menjadi catatan lain nanti, dalam tulisan ini aku ingin mencatat perjalanan ke Medan. Boarding pesawat pukul 13.15. Tapi aku sudah menunggu di chek in area sejak jam 11.00. Tak apa, disini bisa internetan gratis dan kencang. Mengikuti kicauan kurawa tentang calon-calon kepala daerah yang dibutuhkan Indonesia dan mengikuti percakapan master chef yg selalu fresh menjadikan kesendirianku di ruang ini tak menjadi sepi. Apalagi Hema dengan paket TMnya mau bercakap denganku hampir 35 menit.

Pesawat akhirnya berangkat, setelah berpindah dari terminal f6 ke terminal f2. Aku tiba di bandara Kualanamu pukul 16.15. Setelah tawar menawar, akhirnya sebuah taxi gelap mengantarku ke Hotel Santika. Sopir taxi yang ramah banyak menceritakan sejarah bandara Kualanamu dan tentu sejarahnya sendiri sebagai sopir taxi gelap disana. 

Beruntung, sampai di hotel, teman native medan yang diundang teman kantorku sudah datang dan siap membawa kami menjelajah kota Medan. Kami memutuskan untuk berjalan kami. perjalanan hampir 3 km itu, kami nikmati dengan memotret gedung-gedung tua. Rumah bergaya cina di jalan perdana, bersisihan dengan gedung megah bangunan sisa penjajahan belanda yang tercatat di salah satu pilarnya didirikan pada tahun 1919.. Berikutnya disepanjang jalan pemuda kami bertemu banguan-bangunan tua yang masih terlihat megah, untuk ukuran zamannya bersisihan dengan gedung-gedung bangunan baru, seperti hotel, bank atau lainnya. Tak lupa gedung juang dan coffe kopi simpanan mertu yang menyedot perhatian kami karena keunikan namanya. 

Di rumah makan tip top kami memutuskan untuk makan malam. Bangunan tua dengan interior khas tradisi deli,dibuat menjadi rumah makan. Pelayannya menggunakan pakaian khas deli dengan memakai songkok, melayani kami. Tempat ini memang tidak jauh dari istana maemun yang terletak di jalan katamso. Dalam keremangan petang yang syahdu, akhirnya kami sampai di istana Maemun yang terkenal itu. Duduk didepan bangunan indah itu, aku membayangkan, kaum istina yang lalu lalang disana.
Medan dalam semalam, 22 Maret 2015 (ida)

Selasa, 06 Januari 2015

Paradok; Dunia nenek Salma

Nenek Salma bersama cucu di dapurnya
Jalan menuju Desa Arakan di Minahasa Selatan

Beberapa waktu lalu, teman-teman memposting foto-foto mewah Ibu Bupati Minahasa Selatan dengan kacamata dan tasnya.
Tiba-tiba aku ingat Nenek Salma, yang tinggal di Desa Arakan Minahasa Selatan. Sebuah Desa yang untuk menjangkaunya harus melalui tiga jembatan kayu. 

Ibu Bupati dan karpet gambar macan


Kisah Mak Salma
Berharap hari demi hari ini bisa saya lalui dengan cucu-cucu saya dengan makanan yang berkecukupan. Itu saja.
Namaku Salma, mungkin umurku sudah 65 tahun. Aku tidak ingat lagi tahun  kapan aku dilahirkan. Menikah dalam usia muda, aku dikaruniai lima orang anak. Tiga laki-laki dan dua perempuan. Semua anak laki-lakiku meninggal. Anak laki-lakiku yang pertama meninggal ketika dia masih bayi, kira-kira umurnya baru 6 bulan. Anak laki-lakiku yang ke dua, meninggal pada usia 12 Tahun karena terjebur sumur. Dan anak laki-lakiku yang ke tiga yang juga anak bungsuku meninggal pada usia 18 tahun karena sakit. Sepulang dari berlayar bersama saudara iparnya, menantuku dari anak perempuanku yang kedua, dia tiba-tiba sakit. Aku dan bapaknya sudah berusaha, kami membawanya berobat sampai dua kali tetapi nyawanya tetap tidak tertolong, dia meninggal. Meninggalkan kesedihan yang dalam dihati suamiku. Akhirnya kesedihan itu menggerogoti kesehatannya dan dia juga menyusul meninggal tak berapa lama kemudian.
Aku dan keluargaku sangat akrab dengan  kemelaratan yang berujung kematian. Anak perempuanku yang pertama, bahkan hanya bisa mengenyam bangku kelas satu sekolah dasar. Waktu itu, ada iuran yang harus  anakku setorkan sebesar Rp. 100,- yang mungkin waktu itu seharga seribu rupiah, jika sekarang. Mungkin karena tidak tega membebani kami, dia tidak pernah menyampaikan tentang keharusan membayar iuran itu. Dia menangis meminta seratus rupiah itu padahari  terakhir, dimana jika tidak bisa membayar, dia akan kena sanksi. Apa lacur, aku hanya punya uang Rp. 50,-. Maka kusuruh dia membawa uang itu untuk diserahkan  kepada bapak Guru. Tetapi dia tidak mau, membawa uang yang Cuma Rp. 50 ,- itu. “jika tidak punya, bagaimana aku harus membayarnya? Apakah aku harus mencuri” teriakku pada anakku, memaksanya masuk sekolah dan membayarkan uang itu. Dia bersikukuh tidak mau, dan akhirnya dia memilih berhenti sekolah. Ya aku hanya mampu memberinya pendidikan yang bahkan kelas satu saja belum dilalui. Tapi untunglah atas usaha gigihnya dia bisa membaca.
Dia sekarang sudah menikah, anaknya 4. Tiga perempuan dan satu laki-laki. Suaminya kerja serabutan, dan dia tidak bekerja karena harus menjaga anak-anaknya yang masih kecil. Anak laki-lakinya ada disini, dititipkan kepadaku, agar bisa sekolah disini. Sekarang dia sudah kelas 4 SD.
Anak perempuanku yang lain, sempat mengenyam sekolah menengah, tetapi juga terburu ingin menikah. Maka menikahlah dia dengan seorang pemuda nelayan yang juga seorang pemabok. Dulu mereka tinggal bersamaku, seringkali pertengkaran yang disebabkan oleh ekonomi mencoba diringankan dengan minum-minuman keras, dan seringkali pada saat mabuk dia melakukan kekerasan pada istrinya.
Dengan cepat anak perempuanku yang kedua ini, memiliki anak. Anak yang pertama laki-laki, anak yang kedua juga laki-laki dan ketika hamil anak ketiga keluarga mereka pindah ke pulau Wanci dengan kehamilan yang berat, sesungguhnya aku sudah melarang anakku untuk di bawa ke pulau Wanci, karena pulau itu sangat jauh, sebagai seorang ibu, aku juga ingin membantu menemani anak perempuanku dalam proses pertaruhan nyawa dalam persalinan juga. Dan benar firasatku, anakku mengalami perdarahan habit setelah melahirkan, di Pulau itu hanya ada puskesmas kecil yang tidak memiliki cukup perlengkapan untuk membantu persalinan  yang riskan seperti yang terjadi pada anak perempuanku, dia dirujukkan ke rumah sakit  Bau-Bau. Meskipun di anggap paling dekat, jarak perjalanan yang harus ditempuh juga kurang lebih 3 jam.
Karena kami miskin, kami tidak mampu menyewa kapal sendiri, sehingga kami juga harus menunggu kapal penumpang yang memiliki jadwalnya sendiri. Dalam penantian pemberangkatan kapal itulah anakku tidak bisa ditolong lagi, dia meninggal di pelabuhan penyebrangan.
Fitri, dia cucuku yang dilahirkan dengan taruhan nyawa ibunya, sekarang dia ikut denganku bersama dua saudara lelakinya. Lihatlah tubuhnya yang kecil mungil, tak sebanding dengan usianya yang sudah hampir enam tahun. Ya saya hanya nenek renta, saya hanya mampu menghidupi mereka dengan tubuh tua saya. Ketika mencari kayu di Hutan  Taman Nasional Bunaken  pelarangannya belum seketat sekarang, aku masih bisa mencari kayu bakar untuk kujual, sekarang aku hanya mengandalkan permintaan tetangga untuk mencuci pakaian dan membersihkan rumah mereka.
Pengasilan mengerjakan pekerjaan rumah tangga tentu upahnya tak seberapa, karena itu seringkali kami sekeluarga hanya memakan ubi untuk mengganjal perut kami. Memang pemerintah memberi saya jatah raskin, tetapi raskin tidak selalu ada, dan juga seringkali saya dalam situasi tanpa uang untuk bisa menebus seluruh jatah raskin yang diberikan pada saya. Sehingga raskin itu kadang hanya mampu saya beli seperempatnya, separuhnya bahkan sama sekali tidak bisa saya tebus.
Cucu laki-lakiku dari anak pertama, memang masih sekolah, anak laki-laki dari anak perempuanku yang kedua, dia tidak bersekolah lagi, dialah yang membantu saya dengan bekerja ikut kapal mencari ikan. anak laki-laki yang kedua masih sekolah dan si kecil perempuan mungkin tahun depan sudah akan mulai masuk sekolah dasar.
Saya hanya berharap hari demi hari ini bisa saya lalui dengan cucu-cucu saya dengan makanan yang berkecukupan. Itu saja. (Ida 2014)

Ibu Bupati berpose bersama artis

Supernova; huff....



SUPERNOVA Membaca karya Dee belasan tahun lalu, dengan judul yang sama, membuat aku dan sahabat karibku Ninid betah diskusi sampai pagi. "Novel fiksi ilmiah" begitu kami menjuluki buku pinjaman dari tumpukan lemari pacar itu kami baca bergantian. bukan hanya kami berdua, tetapi juga yang lainnya.

Novel indah itu menjadi pemicu diskusi yang panjang. Diskusi tentang Tuhan, pilihan bebas manusia dan bisa juga merambat pada diskusi sastra, Rumi, Iqbal dan banyak lagi. Pagi-pagi kami akan kelelahan bicara, dengan mata redup mengantuk, kami akan menunggu subuh datang untuk bersujud dan berlomba tidur. Tidur yang pendek. Karena buat kami Matahari adalah sahabat mata kami.

Dengan gelora yang sama, semalam saya bersama sahabat yang lain menyempatkan diri menonton supernova; ksatia, putri dan bintang jatuh. Upaya besar yang dilakukan oleh Rizal untuk memvisualisasikan cerita novel berat itu menurutku gagal. Novel Dee kaya akan tuturan filosofis yang butuh perenungan, butuh referensi untuk benar-benar difahami, tuturan pemain dalam dialog ataupun monolog mereka atau catatan yang dihadirkan cepat tidak cukup bisa memberi ruang untuk difahami.

Maka berbanding terbalik dengan membaca novelnya, Film ini memberikan kelelahan yang luar biasa. Film Supernova? Huff.....(Ida 06012014)