Rabu, 29 Juli 2015

Cublek enthung

Cublek-cublek enthung

Cublek-cublek entung,
lir kangkung,
tak kate-kate wono,
sri bayem rojo tuwo,
seni sono domble,
kacang biru laut ketemu kene.
Sir-sir pong dele kopong,
sir-sirpong dele kopong.

Ini adalah versi lain syair cublak suweng yang kami nyanyikan dan mainkan permainanya waktu kecil. Saya terkejut, suatu hari anak kota dari Surabaya, Didit, menyanyikan syair cublek enthung yang berbeda dari syair yang biasa kami nyanyikan. Ketika saya sekolah SMP di kota dan mengenal tape dan kaset lagu anak-anak, secara jeli saya memperhatikan dan menghafal versi lain yang biasanya diberi judul cublak suweng.

Cublak-cublak suweng
Suwenge teng gelenter
Mambu ketundhung gudel
Tak empo lera lere
Sopo ngguyu ndelikake
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong.

Saya dari desa di tlatah rembang, lasem. Daerah Pantura yang memiliki sejarah kejayaan kemaritiman. Bagi masyarakat mbelah, lidah kami lebih nyaman menggunakan akhiran e daripada a. Karena itu, mengubah kata cublak menjadi cublek lebih terasa nyaman di lidah kami.

Bagaimana kami memiliki versi sendiri tentang lagu ini tidak ada yang bisa menjelaskan dengan pasti. Enthung adalah kepompong. Kami sering menganggu jadwal bertapa enthung dengan membuka bungkusnya, agar bisa dimintai bantuannya sebagai penunjuk arah,
''enthung-enthung
Endi elor endi kidul''
(Enthung-enthung mana utara, mana selatan?)

Ulat pertapa agar bisa bermetamorfosa itu akan kaget karena distraksi pertanyaan kami, tubuhnya akan dijulurkan keluar dan menjawab pertanyaan kami  dengan tarian menggeliat. Kami memaknai kepompong kagol itu sedang membantu memberikan jawaban atas arah yang ditanyakan.

Kata cublek biasanya dikaitkan dengan kegiatan menanam, tetapi menanam dalam media yang mudah ditanami ''mung kari nyublekke'' (cuma tinggal menanam). Cublek enthung bisa dimaknai sebagai menanam kebodohan. Lir kangkung. Kangkung yang lebih dikenal pada masa saya kecil adalah kangkung sawah, yang berkembang liar menjalar kemana-mana di atas air.

Kate adalah sejenis binatang atau tumbuhan yang dibonsai, menjadi kerdil. Hutan kerdil. Sribayem rojo tuwo menjadi semacam sindiran kepada kekuasaan yang ada di Mataram. Demikian juga dengan seni sono domble ....

Belakangan saya berpikir syair ini seperti perlawanan pada kekuasaan mataram islam yogyakarta, oleh masyarakat utara.

Tapi untuk saat ini, syair cublek enthung Pantura ini mungkin sangat cocok untuk mengambarkan berkembangnya masyarakat ''kerdil'' intoleran yang seolah dibiarkan saja oleh penguasa di Jogjakarta tercinta.(Hidayatut Thoyyibah 2016)