Selasa, 21 Desember 2021

Fathimah Mernissi ; Meminati yang terpinggir dengan mengusung ratu-ratu yang dilupakan

Pada tahun 1994, ketika masih kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, seorang teman menghadiahi saya sebuah buku yang membuat saya ketakutan sekaligus bergairah. Buku itu berjudul Ratu-ratu Islam yang terlupakan. Sebuah karya epic yang lain dari Fatimah Mernissi, selain Beyond the veil. 

Mengapa buku ini menakutkan? Karena disitulah untuk pertama kalinya saya mempertanyakan kemaksuman Sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan ulama. Meskipun maksum atau terbebas dari salah hanya dilekatkan kepada Nabi, tetapi dalam tradisi sebagian pemeluk Islam di Indonesia kemaksuman juga dimiliki oleh para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, bahkan ulama. 

Sejak di Sekolah Diniyah sampai Aliyyah, pengetahuan saya tentang sahabat adalah orang-orang suci yang nyaris maksum. Sebagai sumber pengetahuan keagamaan, hasil-hasil ijtihatnya pantang dipertanyakan, tetapi buku ini, seperti sebuah arena peperangan. Antara menjaga bangunan keyakinan lama yang suci, tetapi dalam beberapa hal terasa menyakitkan, dan menemukan banyak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang keadilan Tuhan, tetapi juga sekaligus merasakan sakitnya ketakutan telah menjauh dari keimanan. Meskipun Mernissi, tidak secara tegas menyatakan bahwa pendapat tertentu adalah yang benar dan lebih otoritataif. Mernissi lebih banyak memberikan fakta-fakta terbuka, yang siapapun boleh menafsirkannya.  

Latar belakang ditulisnya buku ini adalah ketika Nawaz Syarif kalah dalam Pemilu di Pakistan pada tahun 1988. Islamic Demokcratic Alliance (IDA) partai oposisi yang dipimpinnya meneriakkan protes “sungguh mengerikan! Belum pernah sebuah negara Muslim diperintah oleh seorang perempuan!”. Menurut mereka keputusan politik sejak tahun pertama Hijri adalah monopoli kaum laki-laki. 

Dalam Feminist Thought-Rosemarie Putnam Tong, menuturkan pemikiran Derrida menjadi sumber rujukan dari Feminist Posmodernis. Dekonstruksi Derrida digunakan untuk menjelaskan “keliyanan” perempuan. Mernissi dalam buku ini mengambil posisi untuk memunculkan perempuan. Buku mernissi ini juga menjadi semacam strategi untuk memunculkan fakta-fakta yang berbeda dari tuduhan IDA bahwa sejak tahun pertama hijrah perempuan tidak ada yang pernah membuat keputusan politik.
Secara umum Mernissi mengajak pembacanya untuk memperlakukan teks yang disampaikan oleh Nawaz Syarif sebagai teks yang harus dicurigai. 
“Yang selalu terjadi dalam sejarah Muslim, para politisi dan kaum kolot satu suara bahwa, setiap peristiwa dimana seorang perempuan memegang kekuasaan, dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap norma-norma atauran permainan. Begitu seorang perempuan mendekati tahta, suatu kelompok yang kepentingan-kepentingannya terancam olehnya akan naik ke arena dan menentangnya atas nama Syariah. 
Hal yang sama juga terjadi ketika Megawati akan menjadi kepala Negara di Indonesia pada tahun 2004. 

Mernissi berupaya menggali tumpukan fakta dari sejarah lalu untuk memunculkan kehadiran mereka yang terlupakan. Dalam tulisannya, dia membuat tuturan yang cerdik 
“sebagai perempuan yang baik dan taat, saya akan menyerahkan permasalahan serius kepada laki-laki. Saya menyadari tempat saya; saya hanya akan membahas urusan saya -hal-hal sepele-. Dan apa yang lebih sepele daripada menyelidiki perempuan-perempuan yang tidak pernah ada? Perempuan-perempuan yang menangani masalah kenegaraan di dunia Muslim antara tahun 622 dan 1989?” (Mernissi; Ratu-ratu Islam yang terlupakan; hlm. 9)

Tuturan cerdik Mernissi ini seperti disampaikan Derrida, bahwa memunculkan yang pinggir, tidak dengan harus menariknya ke dalam arus utama. Sebagaimana Derrida, Hermenetika radikal berada dalam wilayah antara, memposisikan dirinya tidak untuk sepenuhnya menentang gagasan tentang ketiadaan perempuan sebagai pemimpin politik sejak abad 6, tetapi juga tidak memberikan fakta semata-mata sebaliknya.

Dalam tulisannya tentang kepemimpinan perempuan, Mernissi Mernissi mengidentifikasi padanan khalifah yang dikonotasikan sebagai pemimpin Muslim. Mengambil dari Ibn Khaldun, Khalifah merupakan institusi khas Islam, dia mengikat kehendak sang pemimpin dengan syariat atau hokum ilahi. Berbeda dengan khalifah yang hanya ada dalam bentuk maskulin, Mulk dan Sultan memiliki bentuk femininnya, yaitu Sultanah dan Malikah. Sebutan spesifik lainnya untuk memberikan gelar kepada perempuan yang menjadi pemimpin adalah al hurrah yang secara etimologi dimaknai sebagai perempuan bebas. Kebebasan yang bermakna sangat berbeda dengan pengertian kebebasan yang digaungkan dalam revolusi perancis. Jika kebebasan dalam slogan revolusi perancis berarti penghormatan akan kebebasan hak individu sekaligus perlindungan terhadap kebebasan individu oleh negara, hurrah terhubung dengan pembeda seseorang dari budak dengan tuannya. Hurriyah berangkat pada gagasan tentang kekuasaan dan keistimewaan kaum ningrat. 

Di Indonesia, tepatnya di Aceh ada juga perempuan yang tercatat memerintah sebagai kepala negara. Mernissi mencatat empat orang sultanah antara tahun 1671 hingga abad 17. Sultanah Tadj Alam Safiyyat al Din Syah 1641 sampai sultanan Kamalat Syah (1688-1699). Mereka tetap memerintah meskipun musuh-musuh politik mereka telah mendatangkan fatwa dari Makkah yang melarang perempuan untuk memerintah. Pesaing laki-laki para Ratu ini, perlu meminta fatwa dari Arab untuk mendelegitimasi kepemimpinan perempuan. 

Mernissi memberikan kejutan-kejutan di tiap bab dalam tulisannya dengan melakukan penjelasan-penjelasan tentang konsep-konsep tentang tentang politik dan kekuasaan. Terutama dalam mengusahakan pencarian konsep politik dalam konteks kata digunakan, sebagaimana kata hurriyah dan juga konsep tentang hijab. Dalam hal ini hermeneutika yang digunakan adalah hermeneutikan reproduktif . tetapi jika dilihat dalam kacamata kritis, Analisa pilihan-pilihan konsep yang dibangun oleh Mernissi bisa sejalan dengan hermeneutika kritis yang dikembangkan oleh Habermas. Dimana konsep tertentu digunakan untuk melihat titik kritis dari konsep yang selama ini diyakini secara umum sebagai sebuah kebenaran. Sehingga dengan paparannya, sebuah konsep umum yang diyakini bisa dipertanyakan. 
Contoh yang sangat nyata adalah ketika Mernissi menyampaikan sejarah pembunuhan Umar bin Khathab, yang diyakini sebagai pemimpin tak bercela. Pada abad 13 H(634) Umar untuk alasan keamanan, telah melarang orang-orang non arab untuk tinggal di Madinah. Al Mughirah telah meminta izin untuk pekerjanya Abu Lu’lu’a, seorang Madzkiyyah Persia untuk tinggal di kota, tetapi Mughirah meminta bayaran yang terlalu tinggi untuk izin tinggalnya. Karena hal itu, Abu Lu’lu’ mengadukannya kepada Khalifah Umar. Keluhannya pertamanya tidak direspon oleh Khalifah, lalu kembali Abu Lu’lu’ mengadukan permasalahannya kepada Umar. Umar tidak menanggapi keluhannya dan berkata “budak ini baru saja mengancamku”. Lalu suatu hari Abu Lu’lu’ pergi mengikuti jamaah subuh dan menunggu khalifah yang bersiap mengundang orang-orang untuk shalat subuh, pada saat Umar lewat di depannya itulah Abu Lu’lu’ menikam Umar sampai meninggal, sebelum membunuh dirinya sendiri. nukilan sejarah ini, diambil Mernissi dari tulisan Mas’udi, dari kitab Muruj Al Dhahab yang dicetak oleh Dar al Ma’rifah Beirut 1982) 
 
 tulisannya, sebagai sebuah kesimpulan Mernissi seolah memberikan pertanyaan besar tentang kekhalifahan dan demokrasi. Dua konsep ini seperti dua hal yang saling bertentangan. Yang pertama halifah adalah pemimpin urusan dunia serta urusan akhirat. Seorang khalifah adalah juga imam shalat bagi pengikutnya. Baru pada masa khalifah Harun al Rasyi, ketika kekhalifahan telah diubah menjadi kerajaan teokratis, posisi sebagai pemimpin shalat itu didelegasikan kepada orang lain. 
Konsep kehalifahan dalam sejarahnya juga berlumuran darah. Hamper semua khalifah meninggal karena dibunuh oleh ummatnya sendiri. dan pada umumnya dibunuh ketika sedang menjadi imam shalat. Sejarah kehalifahan awal juga memberikan konotasi negative terhadap konsep ammah (massa Rakyat) sebagai yang tidak memiliki nalar. Jika khalifah adalah posisi tertinggi dari arsitektur politik, amma merupakan posisi terendahnya (Mernissi hlm. 285) . Oleh karena itu, antara khalifah dan rakyat harus ada hijab. Ini juga bagian dari antisipasi atas pengalaman pembunuhan yang menimpa khalifah-khalifah awal. 
Sementara dalam konsep demokrasi, yang sudah diterima secara umum di negara-negara Islam, justru sebaliknya memberikan kekuasaan politik kepada amma. 

Ditulis oleh Hidayatut Thoyyibah
NIM : 21205011001 (AFI 2021) 



Senin, 18 Januari 2021

Bocah triman

Bocah triman

Deleng anak lanang tuku sepatu anyar, senajan barang tewaran, atiku bungah. Opo maneh olehe tuku nganggo duwite dewe.  

Tukang kirim barang mungkur, sepatune langsung dijajal. Tak takoni "sedeng ora?" Nuli dijawab rodo sesek.

" Lha ukuran piro?" 41 jarene. Walah, adine loro kae wae ukuran sepatune 42.

Mungkin amergo mung njajal karo lungguh. Bocahe nuli ngadek, mloka-mlaku ngetan ngulon nang lor amah. Banjur mlebu ngomah rodo sak wetoro. 

Bareng metu maneh, bocahe wes ganti kathok  nganggo celono jeans congkrang tur kriting mergo bar dienggo turu kucing. Mbarik mangkring nang duwur motor supra x produksi tahun 2000. Senajan umur sepeda motore luwih tuwo timbang deweke bocahe ora cilikaten. 

Tak takoni maneh, karang nganggo helm barang. 
"Arep nang endi le?" 
"Going to the bank" jawabe mlethe. Rupamu Cung πŸ˜‚πŸ˜‚

"Nang bank opo nang nggon njupuk duwit dewe  alias Anjungan Tunai Mandiri?"

"Nang ATM, arep transfer mbayar sepatu"

Pancen saiki bocahe wes duwe buku bank tur ATM dewe. Mergo dadi relawan sosialisasi Covid, bocahe oleh honor 2400.000 Kang kudu ditransfer liwat nomor rekening. Mulane bocahe gawe rekening dewe. 

Weruh celonone sing kriting, simbokne ora tego banjur takon
"Ayuk dek tumbas celono" 
"Lha jarene simbok ra gadah duwit?" 
"Wah iyo, simbok lali, karang simbok ki ayem terus, dadi lali nek ra cekel duwit wes luwih seminggu"

Cerkak banget πŸ˜‚πŸ˜‚

πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Minggu, 06 Desember 2020

Jum'at Hari sibuk

KPU Kabupaten Kulon Progo Sibuk? 

Iya, tapi hari ini saja. Agenda kita menjaga stamina korsa dipadu dengan membangun hubungan cantik dengan sesama penyelenggara Pemilu dan para pihak dilakukan dengan gowes tipis-tipis (tapi tidak tipis menurut bu ketua) πŸ˜‚. 

Gowes diakhiri dengan makan soto di KPU Kabupaten Kulon Progo, dengan protokol ketat, deteksi suhu, cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak. Meskipun. Jaga jarak, suasana hati dan tatapan mata tetap dekat kok. πŸ˜‚

Belum kering mangkok soto kami dan begitupun keringat kami, kami segera memulai jum-juman dengan kominfo yang mempresentasikan aplikasi epemilos votingnya sebagai bentuk supporting untuk kegiatan pemilos serentak daring se Kulon Progo, yang tahapannya akan dimulai pada tanggal 24 September sampai dengan 7 Agustus 2020 nanti. 

Proses daring produktif yang lumayan sprinter karena dikejar bedug jumatan ini, akhirnya menelurkan beberapa tindak lanjut ujicoba aplikasi melalui MAN 1 Kulon Progo. 

Selepas jumatan jum-juman berikutnya digelar bersama komisioner KPU DIY dan bagian diklih parmas sekretariat KPU DIY. 

KPU Kabupaten Kulon Progo menyampaikan proses yang sedang dilakukan dalam rangkaian kegiatan pemilos serentak daring. KPU DIY memberikan masukan dan apresiasi untuk kegiatan yang sedang dijalankan oleh kpu Kabupaten Kulon Progo. 

Jadilah hari jumat ini semakin terasa panjang, tetapi tetap menggairahkan. 

Selamat berakhir pekan

Kamis, 26 Maret 2020

Diary wayah pageblug

 Hari 1.
Rabu libur

Setelah membuat kwaci, tak terasa waktu merambat cepat. Pak RT, melalui grup WA mengabarkan pembuatan disinfektan dimulai dan beberapa satgas corona RT mulai berdatangan, bersiap melakukan penyemprotan dari rumah ke rumah. Bermaksud menyemangati, aku datangi rumah pak RT yang menerapkan protokol penangan corona dengan selalu menyediakan sabun dan keran mengalir di depan rumahnya. Sementara tanpa Salim, menerapkan jarak minimal satu meter juga dipatuhi.

Setiap tim Ada dua orang yang melakukan penyemprotan dari rumah ke rumah, yang menjadi sasaran utama penyemprotan adalah handle dan permukaan pintu, jendela, meja kursi.

Setelah menyaksikan penyemprotan di dua rumah, aku kembali ke rumah. Karena signal hp buruk, waktu lebih banyak digunakan untuk membaca Sapiens yang tak kunjung rampung🀭.

Setelah sholat dzuhur baru ingat tentang rencana donor darah ke PMI. Akhirnya keluar ke PMI untuk donor. Gila ternyata tensiku masih tinggi 140/90. Untunglah batas bawahnya masih bisa ditolerir untuk melakukan donor. Begitupun hbnya 14,90. Kata mas petugasnya hb yang dimungkinkan untuk donor range nya antara 12-17 di bawah 12 atau di atas 17 nope. Kayak boleh. Akhirnya jadilah donor darah. Cepat sekali tidak sampai 15 menit sudah selesai. Pembuluhnya besar,  begitu keterangan petugas waktu aku tanya kenapa cepat selesai. Petugas bertanya apa merasa pusing? Aku mencoba ngrasak-ngrasake, pusingkah diriku? Kemampuanku memahami tubuh kadang jongkok memang, jadi harus merem.sejenak, dan aman. Tidak pusing, tapi petugas tetap menganjurkan istirahat setidaknya 10 menit sebelum pulang. Yah lumayan, setelah di rumah tanpa signal, ketemu signal di Kota jadilah semua pesan wa yang sudah ratusan itu aku baca beberapa. Jadi tahu juga kalau di gudang KPU pemenang lelang akan mengangkut logistics Pemilu. Akhirnya aku putuskan untuk melihat proses itu.

Tapi menunggu di gudang sampai jam 16.00 ternyata mereka belum datang, akhirnya aku pamit pulang. Apalagi dalam postingan RT ada informasi rt 33 tanggap bencana sudah akan membagikan sembako untuk warga yang membutuhkan.

Lumayan, sampai rumah masih bisa membantu menyerahkan santunan ke beberapa warga yang membutuhkan.

Salam tangguh,
Sendang 26 Maret 2020





Sabtu, 02 Maret 2019

Kafir

Tahu terminologi kafir dzimmi dan kafir harbi sejak Aliyah, yang disampaikan oleh guru Fiqh. Tetapi sejak dulu sampai sekarang terminologi itu tidak pernah memperngaruhi cara pandangku terhadap orang-orang beda agama disekitarku. Buatku mereka ya sama saja denganku yang punya jalan keselamatannya sendiri. Karena buatku Tuhan bisa didekati dengan berbagai cara.
Terminologi kafir harbi (yang harus diperangi) malah muncul sebagai respon kelakuan para teroris, para koruptor yang ngerti agama tapi tidak merasa berdosa. Jangan-jangan mereka sedang merasa di Negara yang mereka kategorikan sebagai kafir harbi?
Buatku, inilah justru urgensi keputusan Munas NU tentang sebutan kafir kemaren menemukan urgensinya.

Selasa, 18 September 2018

Nasip Si Elang

Waktu duduk di sekolah dasar aku rasa tidak merasa aneh dengan namaku. Nama-nama di daerah utara pesisir jawa memang sarat dengan nama-nama arab, meskipun sebagian besar hanya satu kata, dan tetap dalam lidah jawa, Kumisah, Ijasah, Jasilah, Jalil. Nama-nama jawa juga bertaburan. Sama dengan pemilik nama arab, yaitu hanya sure name saja, seperti wartiah, karminah, jasmi, Rukmini, Supiyah.
Nama-nama orang tua teman sekolahku sebagian besar juga nama jawa, seperti Lek Tarminah, Kasmidi, Ndiman, Kait.
Diantara nama-nama tunggal, sebagian kecil temanku ada juga yang bernama panjang seperti, Endang Karmiasih, Endang Setyowati, Anna Rosdiana.
Namaku termasuk nama yang sulit. Aku ingat baru bisa menulis namaku dengan benar ketika secara khusus ayahku mengingatkan karena sebentar lagi akan kelas enam dan nama yang ada di Ijazah harus benar.
Pada waktu itu aku baru punya perhatian tentang nama-nama. Hidayatut Thoyyibah, petunjuk yang baik. Pada awalnya aku hanya menulis toyibah, tanpa h dan y. Dan itu salah kata ayahku. Maka dikelas lima dengan hati-hati kutulis namaku dengan sempurna. Sejak saat itu, nama menjadi hal yang sensitif buatku.
Lalu aku mulai memiliki anak sendiri.  Memberi nama menjadi seni tersendiri. Mulai dari berkompromi dengan pasangan,  memadupadankan nama-nama tokoh kesayangan, membaca buku sejarah dan beberapa ihtiar lainnya untuk mendapatkan nama yang benar-benar cocok. 

Lalu Elang lahir, anak keduaku ini lahir pada hari Rabu Pahing. Ayahnya menyingkat namanya menjadi Boing. Lalu teringatlah kami pada jenis pesawat berbadan besar Boing, lalu kami ingat Garuda dan akhirnya kami sepakat memilih nama Elang. Nama lain Elang selain Garuda adalah Raja Wali. Sebagai pengikut Tariqah, ayahnya juga pengagum sang Raja Wali yang setiap saat ditawasuli; yaitu Syaih Abdul Qadir Jaelani. 

Tapi apa daya, di kampung Ibuku produk rantang makanan yang dikenal pertamakali adalah Elang. Mereka menyebut rantang makanan itu dengan sebutan elang. Maka ketika aku mengenalkan anakku pada mbah De nya, mbah Denya berkata "Da..anak kok dinamakan Elang" katanya menyesalkan "koyo rantang wae" lanjutnya. 


Papa dan pertanyaan tentang menstruasi

Saya Ibu bekerja,  dan pekerjaan saya beberapa kali harus berada di luar daerah yang menyebabkan saya jauh dari keluarga. 
Karena itulah kualitas kedekatan anak perempuan saya yang saat ini berusia 10 tahun dengan ayahnya lebih kental dibanding dengan saya
.
Selain sering tidak berada di rumah,  cara saya dididik dulu juga berbeda dengan cara suami di didik.  Jadilah saya simbol penegak disiplin dan suami saya simbol pembebas.  Saya pengatur uang ketat, suami saya loma (murah hati).
Jadilah suami saya lebih dekat kepada anaknya, terutama jika minta uang jajan tambahan atau minta diajak jalan-jalan. 
Anak perempuan saya paling dekat dengan Bapaknya.  Sebenarnya kedekatan itu juga disebabkan oleh keyakinan gender yang tumbuh di masyarakatnya bahwa "anak perempuan adalah anak ayahnya hanya sampai mereka menikah dan anak laki-laki akan selamanya jadi anak Ibunya". Sampai sekarang sayapun tidak faham maksudnya apa.  Seringkali saya ingin membantah misalnya dengan berkata "ya jangan kawinkan anak perempuanmu,  biar selamanya jadi anakmu". Tapi saya tidak pernah tega,  takut jadi doa mustajab,  sementara itu bukan pilihan anak saya misalnya. 
Benar saja,  beberapa waktu lalu ayahnya dibuat bingung,  ketika anak perempuannya bertanya "Pa tanda-tandanya kalau menstruasi itu seperti apa sih?"
Ayahnya hanya bengong dan tersenyum geli,  "nanti kalau ada mama,  tanya mama saja.  Papa tidak tahu" Jawabnya.  Maka kami kehilangan moment memberikan penjelasan tentang alat dan fungsi reproduksi.
Sendang,  29 januari 2018