Selasa, 18 September 2018

Nasip Si Elang

Waktu duduk di sekolah dasar aku rasa tidak merasa aneh dengan namaku. Nama-nama di daerah utara pesisir jawa memang sarat dengan nama-nama arab, meskipun sebagian besar hanya satu kata, dan tetap dalam lidah jawa, Kumisah, Ijasah, Jasilah, Jalil. Nama-nama jawa juga bertaburan. Sama dengan pemilik nama arab, yaitu hanya sure name saja, seperti wartiah, karminah, jasmi, Rukmini, Supiyah.
Nama-nama orang tua teman sekolahku sebagian besar juga nama jawa, seperti Lek Tarminah, Kasmidi, Ndiman, Kait.
Diantara nama-nama tunggal, sebagian kecil temanku ada juga yang bernama panjang seperti, Endang Karmiasih, Endang Setyowati, Anna Rosdiana.
Namaku termasuk nama yang sulit. Aku ingat baru bisa menulis namaku dengan benar ketika secara khusus ayahku mengingatkan karena sebentar lagi akan kelas enam dan nama yang ada di Ijazah harus benar.
Pada waktu itu aku baru punya perhatian tentang nama-nama. Hidayatut Thoyyibah, petunjuk yang baik. Pada awalnya aku hanya menulis toyibah, tanpa h dan y. Dan itu salah kata ayahku. Maka dikelas lima dengan hati-hati kutulis namaku dengan sempurna. Sejak saat itu, nama menjadi hal yang sensitif buatku.
Lalu aku mulai memiliki anak sendiri.  Memberi nama menjadi seni tersendiri. Mulai dari berkompromi dengan pasangan,  memadupadankan nama-nama tokoh kesayangan, membaca buku sejarah dan beberapa ihtiar lainnya untuk mendapatkan nama yang benar-benar cocok. 

Lalu Elang lahir, anak keduaku ini lahir pada hari Rabu Pahing. Ayahnya menyingkat namanya menjadi Boing. Lalu teringatlah kami pada jenis pesawat berbadan besar Boing, lalu kami ingat Garuda dan akhirnya kami sepakat memilih nama Elang. Nama lain Elang selain Garuda adalah Raja Wali. Sebagai pengikut Tariqah, ayahnya juga pengagum sang Raja Wali yang setiap saat ditawasuli; yaitu Syaih Abdul Qadir Jaelani. 

Tapi apa daya, di kampung Ibuku produk rantang makanan yang dikenal pertamakali adalah Elang. Mereka menyebut rantang makanan itu dengan sebutan elang. Maka ketika aku mengenalkan anakku pada mbah De nya, mbah Denya berkata "Da..anak kok dinamakan Elang" katanya menyesalkan "koyo rantang wae" lanjutnya. 


Papa dan pertanyaan tentang menstruasi

Saya Ibu bekerja,  dan pekerjaan saya beberapa kali harus berada di luar daerah yang menyebabkan saya jauh dari keluarga. 
Karena itulah kualitas kedekatan anak perempuan saya yang saat ini berusia 10 tahun dengan ayahnya lebih kental dibanding dengan saya
.
Selain sering tidak berada di rumah,  cara saya dididik dulu juga berbeda dengan cara suami di didik.  Jadilah saya simbol penegak disiplin dan suami saya simbol pembebas.  Saya pengatur uang ketat, suami saya loma (murah hati).
Jadilah suami saya lebih dekat kepada anaknya, terutama jika minta uang jajan tambahan atau minta diajak jalan-jalan. 
Anak perempuan saya paling dekat dengan Bapaknya.  Sebenarnya kedekatan itu juga disebabkan oleh keyakinan gender yang tumbuh di masyarakatnya bahwa "anak perempuan adalah anak ayahnya hanya sampai mereka menikah dan anak laki-laki akan selamanya jadi anak Ibunya". Sampai sekarang sayapun tidak faham maksudnya apa.  Seringkali saya ingin membantah misalnya dengan berkata "ya jangan kawinkan anak perempuanmu,  biar selamanya jadi anakmu". Tapi saya tidak pernah tega,  takut jadi doa mustajab,  sementara itu bukan pilihan anak saya misalnya. 
Benar saja,  beberapa waktu lalu ayahnya dibuat bingung,  ketika anak perempuannya bertanya "Pa tanda-tandanya kalau menstruasi itu seperti apa sih?"
Ayahnya hanya bengong dan tersenyum geli,  "nanti kalau ada mama,  tanya mama saja.  Papa tidak tahu" Jawabnya.  Maka kami kehilangan moment memberikan penjelasan tentang alat dan fungsi reproduksi.
Sendang,  29 januari 2018

Miniset

Usianya sudah 10 tahun,  wajar jika payudaranya mulai tumbuh, meskipun belum menstruasi. 
Mamanya sudah membelikannya miniset sejak usianya 8 tahun.  Maklum sebagai ibu bekerja yang jarang di rumah,  dia khawatir kebutuhan personal anak perempuan tidak difahami suaminya.
Tapi miniset itu hanya disimpan saja,  sampai ketika tetangga mulai menyatakan bahwa anak gadis itu sudah tumbuh payudaranya. 
Papanya yang akhirnya menyampaikan ke anak perempuannya untuk memakai miniset yang sudah dibelikan Mamanya. 
Dengan wajah kesal pada seluruh dunia dia menjawab ketus.  "makai miniset itu enggak enak ya,  tidak nyaman.  Gatal di sini" sambil menunjuk bawah ketiaknya
"papa enak tidak harus memakainya"
Papanya hanya menatapnya prihatin.  Mama, berurai air mata sampai membatin.  "ini baru permulaan Nak,  masih banyak siksaan lainnya karena kamu perempuan"
Sendang,  28 Januari 2018